Wednesday, 28 December 2016

Pengertian Mawaris, Sebab kewarisan dan terhalangnya kewarisan


BAB IPENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian. Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya Surat An-Nisa’ayat 11:
Artinya: “Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-nisa’:11)
Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi. Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga.


1.     Apakah pengertian Mawaris?
2.     Apakah sebeb-sebab kewarisan?
3.     Apakah penyebab terhalangnya kewarisan?
4.     Siapa sajakah yang berhak menjadi ahli waris dari golongan laki-laki dan perempuan?

C.    Metode Penulisan

Adapun metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan ulibrary research atau telaah kepustakaan dan pengumpulan data-data melalui artikel di internet sebagai referensi, dmana penulis mencari literatur yang ada kaitannya makalah yang penulis buat dan kemudian penulis simpulkan dalam bentuk makalah.

A.    Pengertian Mawaris serta Rukun –rukunnya

              Kata waris berasal dari bahasa arab miras.Bentuk jamaknya adalah mawaris,yang berarti harta peninggalan orang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli warisnya.
                      Ilmu yang mempelajari warisan disebut ilmu mawaris atau lebih dikenal dengan istilah faraid,kata faraid merupakan bentuk jamak dari faridah semakna dengan kata mafrudhah,yaitu bagian yang telah ditentukan kadarnya.Kata fardhu sebagai suku kata dari faridhah,menurut bahasa mempunyai beberapa arti,antara lain sebagai berikut.[1]
Adapun yang dimaksud dengan faraidh adalah maslah-masalah pembagian harta warisan. Kata (al-fara’idh atau dari (al-faridhah) yang bermakna  (al -mafrudhah) atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya.
            Menurut bahasa, lafal faridhah diambil dari kata (al-fardh) atau kewajiban yang memiliki makna etimologi dan terminologis. Secara etimologiss, kata al-fardh memiliki beberapa arti, di antaranya sebagai berikut.
1.     (Al-Qath) yang berarti ketetapan atau kepastian. Misalnya dalam ungkapan ‘aku telah menetapkan dengan pasti bagian harta untuk si fulan’ Dalam firman Allah swt. Disebutkan, “sebagai sesuatu bagian yang telah ditetapkan” (an-Nisaa [4]: 7)
2.     (At-Taqdir) yang berarti suatu ketentuan, seperti firman Allah swt.,”karena itu, bayarlah separuh dari (jumlah) yang telah kau tentukan itu...”(al-baqarah [28]: 85)
3.     (Al-Inzal) yang berarti menurunkan, seperti firman Allah, “Sesungguhnya, Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an,
benar-benar akan menggembalikan kamu ke tempat kembali..”(al-Qashash [28]:85)
4.     (At-Tabyin) yang berarti penjelasan,seperti firman Allah SWT.,”sesungguhnya,Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu...”(at-tahrim [66]:2)
5.     (Al-Ihlal) yang berarti menghalalkan,seperti firman-Nya.,”Tidak ada suatu keberatan pun atas nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya.”(al-ahzab[33]:38)
6.     (Al-‘Atha) yang berarti pemberian,seperti dalam pepatah bahasa arab yang berbunyi ‘’aku tidak mendapatkan pemberian apapun ataupun pinjaman darinya”.kata fradh dalam ungkapan tersebut berarti pemberian.[2]
Sedangkan secara  terminologis, ilmu faridh memiliki beberapa definisi, yakni sebagai berikut
1.     Penetapan kadar warisan bagi ahli waris berdasarkan ketentuan syara’ yang tidak bertambah, kecuali dengan radd (mengemballikan sisa lebih kepada para penerima waris-pen) dan tidak berkurang, kecuali dengan ‘aul (pembagian harta waris, di mana jumlah bagian para ahli waris lebih besar dari pada asal masalahnya, sehingga harus dinaikkan menjadi sebesar jumlah bagian-bagian itu)
2.     Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak waris.
3.     Disebut juga dengan fiqih al-mawarits ‘fiqih tentang warisan’ dan tata cara menghitung harta waris yang ditinggalkan
4.     Kaidah-kaidah fiqih dan cara menghitung untuk mengetahui bagian setiap ahli waris dari harta peninggalan. Masuk dalam definisi ini adalah batasan-batasan dan kaidah-kaidah yang berkaiatan erat dengan keadaan ahli waris, seperti ‘ash’habul furudh’ ahli waris yang memiliki bagian yang sudah pasti’,  ‘ashabah’ ahli waris yang menerima sisa harta peninggalan dari ash-habul furudh’ dzawi al-arham ‘ ahli waris yang tidak termasuk ash-habul furudh dan ashabah’ dan hal-hal yang erat hubungannya dengan cara menyelesaikan pembagian harta waris, berupa hajb, aul, radd, dan yang telarang mendapatkan warisan.
5.     Disebut juga dengan ilmu yang digunakan untuk mengetahui ahli waris yang  dapat mewarisi dan yang tidak bisa mewarisi serta mengetahui kadar bagian setiap ahli waris.[3]

Dengan demikian, ilmu faraidh mencakup tiga unsur penting di dalamnya,yaitu :
1.     Pengetahuan tentang kerabat-kerabat yang menjadi ahli waris;
2.     Pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris; dan
3.     Pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta waris[4]
Rukun Waris
            Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris di mana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-rukunnya.Rukun untuk mawaris ada 3 yaitu :
1.     Al-Mawarits,yaitu orang yang meninggal dunia atau mati,baik mati haqiqi maupun mati hukumiy ‘suatu kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab,kendati sebenarnya ia belum mati,yang meninggalkan atau hak.
2.     Al-warits,yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang mempunyai hak mewarisi,meskipun dalam keadaan kasus tertentu akan terhalang
3.     Al-Mauruts,yaitu harta benda yang menjadi warisan.[5]

B.     Sebab – sebab kewarisan

            Hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat mewarisi terbagi atas 3 macam,yaitu sebagai berikut :

1.     Karena hubungan kekerabatan atau hubungan nasab
       Seperti kedua orangtua (ibu-bapak),anak,cucu,saudara,serta paman dan bibi.Singkatnya adalah kedua orang tua,anak,dan orang yang bernasab dengan mereka,Allah SWT berfirman : “ orang- orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) didalam kitab allah.sesungguhnya allah maha mengetahui segala sesuatu” (QS.AL-ANFAL: 75)
2.    Hubungan perkawinan
       Hubungan perkawinan sebagai penyebab pewarisan sebagaimana termuat dalam surah an-Nisa’[4] ayat 11. Hubungan perkawinan terjadi jika akad telah dilakukan secara sah antara suami dan istri. Meskipun diantara keduanya belum pernah melakukan hubungan intim, hak pewaris tetap berlaku. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bias menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.
3.      Hubungan antara budak dengan yang memerdekakannya
       Hukum ini mungkin terjadi pada zaman dahulu. Zaman perbudakan. Dalam fikih islam hubungan ini diistilahkan dengan wala’. Seseorang yang telah memerdekakan budak, jika budak itu telah merdeka dan memiliki kekayaan jika ia mati yang membebaskan budak berhak mendapatkan warisan. Akan tetapi, jika yang mati adalah yang membebaskannya, budak yang telah bebas tersebut tetap tidak berhak mendapat warisan. Sebagaiman hadis berbunyi,”Hak wala’ itu hanya bagi orang yang telah membebaskan hamba sahayanya.”(H.R. Bukhari dan Muslim).[6]

C.    Sebab – sebab pengahalang kewarisan

           Pengahalang kewarisan artinya suatu keadaan yang menjadiakan tertutupnya penghalang sesorang untuk mendapatkan warisan.Adapun orang yang terhalang untuk mendapatkan warisan ini adalah orang yang memenuhi sebab- sebab memperoleh warisan.
              Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang tidak berhak mewarisi harta peninggalan si pewaris, yaitu:[7]
1)    Perbudakan (hamba sahaya)
            Hamba sahaya tidak dapat mewarisi harta peninggalan kerabatnya sebab apabila dia mewarisinya maka harta tersebut akan menjadi milik majikannya.Padahal majikan adalah orang lain dari kerabat hamba sahaya yang menerima warisan tersebut.
            Para fuqaha juga telah menggariskan bahwa hamba sahaya beserta barang-barang yang dimilikinya berada dibawah kekuasaan majikannya.Oleh karena itu,ia tidak dapat mewarisi harta peninggalan kerabatnya agar harta warisan itu tidak jatuh ketangan majikannya.
  Ketentuan ini berlaku bagi status hamba sahaya,baik hamba sahaya murni atau yang mudabbar,yaitu seorang hamba sahaya yang oleh majikannya dikatakan,”kalau aku sudah mati kelak engkau akan merdeka”.atau hamba sahaya yang mukattab,yaitu hamba sahaya yang dapat dimerdekakan dengan cara membayar kepada majikannya secara angsuran paling sedikit 2 kali.Misalnya si majikan mengatakan,”Jika engkau mau membayar sekian dengan mengangsur paling sedikit 2 kali,maka engkau akan merdeka”.
            Perbudakan dianggap sebagai penghalang waris-mewarisi ditinjau dari 2 sisi.Oleh karena itu,budak tidak dapat mewarisi harta peninggalan dari ahli warisnya dan tidak dapat pula mewariskan harta untuk ahli warisnya.Budak dianggap tidak dapat mewariskan sesuatu karena di anggap tidak mempunyai sesuatu apapun juga,tetapi apabila dia mempunyai sesuatu maka hartanya tersebut tetap menjadi tuannya karena hartanya dianggap tidak sempurna (tidak stabil).Hal ini selaras dengan hadist nabi saw,’’Siapa yang menjual seorang hamba sedangkan dia memiliki harta,maka hartanya tersebut menjadi milik pembelinya,kecuali bila hamba tersebut mensyaratkannya (supaya hartanya tidak menjadi milik tuannya).,(HR.Ibnu Majah)[8]

2)    Berlainan Agama
            Para ahli fiqih telah bersepakat bahwasanya,berlainan agama antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan,merupakan salah satu penghalang dari beberapa penghalang mewarisi.Berlainan agama terjadi antara islam dengan dengan yang selainnya atau terjadi antara satu agama dengan syariat yang berbeda.
Agama ahli waris yang berbeda merupakan penghalang untuk mewarisi dalam hukum waris.Dengan demikian,orang kafir tidak bisa mewarisi harta orang islam dan seorang muslim tidak dapat mewarisi harta orang kafir,sebagaimana sabda Nabi saw :
‘’Orang islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta orang islam”,.
            Hukum ini merupakan ketetapan kebanyakan ahli fiqih sebagai pengamalan dari keumuman hadist diatas,apabila seseorang mati meninggalkan anak laki-laki yang kafir dan paman yang muslim,niscaya harta peninggalan si mayat semuanya diberikan untuk paman,sehingga anak laki-laki yang kafir itu tidak mendapatkan apa-apa dari warisan ayahnya.
            Namun,sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa orang islam dapat mewarisi harta peninggalan orang kafir,dan tidak sebaliknya.Berdasarkan pertimbangan itu,jika seorang istri kitabiyah mati meninggalkan suami muslim,niscaya suami tersebut dapat mewarisi harta peninggalan istrinya,tapi tidak sebaliknya.[9]
3)    Pembunuhan
            Pembunuhan ialah kesengajaan seseorang mengambil nyawa orang lain secara langsung atau tidak langsung.Para ulama fiqih telah bersepakat bahwa pembunuhan merupakan salah satu penghalang dalam hukum waris.Dengan demikian seorang pembunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuhnya.Hal ini berdasarkan sabda nabi saw :
“seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta sedikitpun”,.(HR.Abu Daud)
            Dalam hadist lain Rasulullah bersabda ,”tidak ada hak bagi si pembunuh untuk mewarisi.”(HR Malik,Ahmad,dan Ibnu Majah)[10]
            Alasan yang mendasari seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuh karena terkadang,pembunuhan memiliki tendensi mempercepat kematian orang yang akan mewariskan,sehingga dia dapat mewarisi harta peninggalan. Diharamkannya mewarisi dari hasil pembunuhan atas dasar sadd adz-dzara’i dan kaidah fiqih yang mengatakan,”Siapa yang memepercepat sesuatu sebelum masanya tiba,maka untuk mendapatkan sesuatu tersebut menjadi haram.”
            Fuqaha aliran syafiyah dengan berpegang pada keumuman hadist diatas berpendapat bahwa segala bentuk tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya,adalah menjadi penghalang baginya untuk mewarisi.
Fuqaha hanafiah berpendapat bahwa pembunuhan yang menjadi penghalang mewarisi ialah pembunuhan yang bersanksi qishas atau kaffarah,yaitu pembunuhan sengaja,mirip sengaja,dan pembunuhan yang dianggap khilaf .Adapun pembunuhan yang dianggap tidak menjadi penghalang mewarisi menurut hanafiah ada 3 macam yaitu:
·       Pembunuhan tidak langsung,seperti seseorang menggali lubang ditengah jalan yang bukan miliknya sendiri,dan belum mendapatkan izin dari pihak yang berwenang.Kemudian salah satu keluarganya melintasi lubang tersebut dan terperosok kedalamnya,sehingga ia mati
·       Pembunuhan karena hak
·       Pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap bertindak,seperti pembunuhan yang dilakukan oleh anak kecil dan orang gila[11]

D.    Ahli waris Laki-Laki dan perempuan

       Ahli waris dari golongan laki- laki yang mana bagian hartanya telah ditentukan oleh Al-Qur’an,As-sunnah dan ijma’.Adapun bagian yang sudah ditentukan adalah ½,1/4,1/8,1/3,2/3 dan 1/6.
          Orang-orang yang dapat mewarisi harta peninggalan dari yang sudah meninggal dunia berjumlah 25 orang yang terdiri atas 15 orang laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.[12]
       Ahli waris laki-laki adalah sebagai berikut:
v  Anak laki-laki
v  Cucu laki-laki dari anak laki-laki
v  Ayah
v  Kakek (ayah dari ayah)
v  Saudara laki-laki sekandung
v  Saudara laki-laki seayah
v  Saudara laki-laki seibu
v  Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari nomor 5.)
v  Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari nomor 6.)
v  Saudara seayah (paman) yang seibu seayah
v  Saudara seayah (paman) yang seayah
v  Anak paman yang seibu seayah
v  Anak paman yang seayah
v  Suami
v  Orang laki-laki yang memerdekakannya[13]

          Apabila ahli waris diatas ada semuanya maka hanya 3 ahli waris yang mendapatkan warisan,yaitu sebagai berikut: 1).Suami, 2)Anak, 3)Ayah.
          Adapun ahli waris dari pihak perempuan ada 10 orang ,yaitu sebagai berikut:
v  Anak perempuan
v  Cucu perempuan
v  Ibu
v  Nenek perempuan (ibunya ibu)
v  Nenek perempuan (ibunya ayah)
v  Saudara perempuan yang seibu seayah
v  Saudara perempuan yang seayah
v  Saudara perempuan yang seibu
v  Istri
v  Orang perempuan yang memerdekakannya[14]
         
          Apabila ahli waris diatas ada semuanya,maka yang mendapatkan harta waris hanya 5 orang,yaitu:
1)    Anak perempuan
2)    Cucu perempuan dari anak laki laki
3)    Ibu
4)    Saudara perempuan seayah dan seibu
5)    Istri[15]

       Andaikata ahli waris yang berjumlah 25 orang itu ada semuanya maka yang berhak mendapatkan harta warisan adalah sebagai berikut :
1)    Ayah
2)    Ibu
3)    Anak laki-laki
4)    Anak perempuan
5)    Suami/istri[16]

A.    Kesimpulan

1.     Maurust adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal yang mana hartanya tersebut akan dibagikan kepada sanak atau kerabatnya yang berhak mendapatkan bagian dari harta tersebut sehingga dapat deibagikan sesuai dengan ketentuan- ketentuan syariat Islam.Orang yang berhak mendapatkan harta tersebut ialah yang disebut sebagai mawaris atau ahli waris.
2.     Hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat mewarisi terbagi atas 3 macam,yaitu sebagai berikut :
ü  Karena hubungan kekerabatan atau hubungan nasab
ü  Hubungan perkawinan
ü  Hubungan antara budak yang memerdekakannya
3.      Penghalng seseorang mendapatkan warisannya adalah karena beberapa sebab yaitu :
·       Berlainan Agama
·       Pembunuhan
·       Perbudakan
4.     Orang yang berhak mendapatkan harta warisan sesuai dengan Al-Qur’an.As-Sunnah serta ijma’ para ulama maka ada terdapat 25 orang yang kemungkinan berhak mendapatkan warisannya yakni dengan rincian 15 orang laki- laki dan 10 orang perempuan.Tetapi apabila ke-25 orang tadi terisi semuanya maka yang akan tetap dapat harta warisannya hanyalah 5 orang saja karena yang 5 orang tadi menghapuskan sisa 20 orang tadi.Tetapi itupun apabila tidak terjadi sesuatu dan yang lain hal yang menyebabkan seseorang yang seharusnya mendapatkan warisan tetapi dia telah terhalang oleh sesuatu yang menyebabkan dia tidak mendapatkan hak warisnya tersebut.

B.    Saran

       Saran kami sebagai penulis adalah kita sebagai umat muslim maka patut bersyukur karena agama islam itu telah mengatur segala urusan –urusan kita baik di dunia maupun untuk di akhirat kelak,sebagai contoh ilmu waris ini yang mana syariat islam telah mengatur sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat semakin memperkuat tali kekerabatan dan diharapkan tidak lagi adanya peselisihan antar sesama saudara.



A.     Buku
Al Aziz,Moh, Saifulloh,Fiqih Islam Lengkap, Surabaya: Terbit Terang Surabaya,2005
Anonim (tanpa nama). 2013. Hukum Waris. Jakarat Selatan: Senayan Abadi,2004
Umam, Dian Khairul,Fiqih Mawaris, Bandung: Pustaka Setia,1999
Muhibbin.Moh,Hukum Kewarisan Islam,Jakarta :Sinar Grafika,2009





[1] Anonim (tanpa nama),Hukum Waris,Jakarta Selatan:Senayan Abadi,2004,hlm.11-12
[2] Ibid.,hlm.13
[3] Dian khairul Umam,Fiqih Mawaris,Bandung :Pustaka Setia.1999.Hlm.13-14
[4] Ibid., hlm.14
[5] Moh.Muhibbin,Hukum Kewarisan Islam,Jakarta : Sinar Grafika.2009.hlm.56-57
[6] Ibid.,hlm.72-73
[7] Ibid.,hlm.75
[8] Ibid.,hlm.75-76
[9] Ibid.,hlm.76-77
[10] Ibid.,hlm.77
[11]Anonim (tanpa nama),Hukum Waris,Jakarta Selatan:Senayan Abadi,2004,hlm.57-58
[12] Moh.Saifulloh,Fiqih Islam Lengkap,Surabaya:Terbit Terang,2005,hlm.439
[13] Ibid.,hlm.443-444
[14] Ibid.,hlm.444
[15] Ibid.,hlm.444
[16] Ibid.,hlm.445

No comments:

Post a Comment

Artikel Populer

Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Dalam sejarah negara republik Indonesia yang telah lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Masala...