Berbicara tentang
sejarah studi Islam di Nusantara tentunya tidak lepas dapat terlepas dengan
Kerajaan Samudera Pasai yang berdiri pada pertengahan abad 13 M. Karena
Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama di Nusantara. Sebagai
kerajaan Islam yang pertama, Samudera Pasai mempunyai peran yang sangat berarti
dalam perilaku masyarakat sehari-hari. Peran itu antara lain berupa dukungan
secara resmi oleh para sultan yang memerintah kerajaan tersebut secara
berkesinambungan, bahkan mereka turut berada di garis depan dalam menimba maupun
mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.
Sistem pendidikan
yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis
taklim dan dilakukan di tempat-tempat seperti di rumah-rumah, masjid, dan
pendopo istana. Pendidikan itu sendiri dilakukan dalam berbagai kesempatan.
Waktu-waktu belajar yang digunakan yaitu pada saat siang hari, khususnya
setelah shalat jum’at, sore hari ba’da ashar, malam hari ba’da magrib/isya
dengan metode-metode diskusi.
Penyebaran ajaran
Islam yang tadinya lebih bersifat individual yang dilakukan dari seseorang ke
orang lain atau dari sebuah keluarga ke keluarga lain menjadi lebih bersifat passif.
Mereka memiliki jaringan dari suatu daerah ke daerah lain. Orang-orang Islam
yang sudah cukup menguasai ajaran agam Islam disebar ke berbagai daerah untuk
menjadi guru.
Berdasarkan perkembangan studi islam di Indonesia dapat digambarkan
demikian. Bahwa lembaga / system pendidikan Islam di Indonesia mulai dari (1) system pendidikan langgar, kemudian (2) system pesantren,
kemudian berlanjut dengan (3) system pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam,
akhirnya muncul (4) system kelas.
1.
Sistem Langgar
Maksud pendidikan dengan system langgar adalah
pendidikan yang dijadikan di langgar atau surau atau masjid atau di rumah guru.
Kurikulumnyapun bersifat elementer. Yakni mempelajari abjad huruf Arab. Dengan
system ini dikelola oleh ‘Alim berfungsi sebagai guru agama atau tukang baca
do’a. Pengajaran dengan system
ini dilakukan dengan 2 cara; Pertama, dengan cara sorangan, yakni seorang murid berhadapan secara
langsung dengan guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara
halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid.
2.
Sistem Pesantren
Adapun system pendidikan dengan pesantren atau dapat
diidentikkan dengan huttah, dimana seorang kyai mengajari santri dengan sarana
masjid sebagai tempat pengajaran / pendidikan dan didukung oleh pondok sebagai
tempat tinggal santri. Di pesantren juga berjalan 2 cara, yakni (1) sorangan dan
(2) halaqah. Hanya saja sorangan di pesantren biasanya dengan cara si santri
yang membaca kitab, sementara kiyai mendengar, sekaligus mengoreksi kalau ada kesalahan.
3.
Sistem Kerajaan
System pengajaran berikutnya adalah pendidikan di
kerajaan-kerajaan Islam, yang di mulai pertama dari kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Kerajaan yang didirikan Malik Ibrahim bin Mahhdun berdiri
pada abad 13 M. Materi yang diajarkan di majlis ta’lim dan halaqah di kerajaan
pasai adalah fiqh Mazhab al-Shafi’i. Kedua,kerajaan Perlak di selat Malaka. Di kerajaan ini ada lembaga pendidikan
berupa majlis ta’lim tinggi yang dihadiri oleh murid khusus yang sudah alim dan
mendalam ilmunya. Ketiga, kerajaan Aceh Darussalam yang berdiri 12
Dzulqo’dah 916 H (1511 M). Di kerajaan ini ada lembaga-lembaga negara yang
berfungsi di bidang pendidikan, yakni: (1) Balai
Seutia Huhama yakni Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpul ulama, ahli pikir dan intelektual / cendikiawan membahas ilmu
pengetahuan. (2) Balai Seutia Ulama, yaitu Jawaban Pendidikan. (3) Balai
jama’ah Himpunan Ulama.
Adapun jenjangnya adalah (1) Meunasah (Madrasah), (2) Rangkang (tsanawiyah),
(3) Dayah (setingkat Aliyah), (4) Dayah Teuku cik (setara pendidikan tinggi).keempat, kerajaan
Demak, di mana di tempat-tempat ramai (central/pusat) didirikan masjid untuk
tempat belajar. Kelima, kerajaan
Islam Mataram (1575-1757), di mana hampir di setiap desa didirikan tempat
belajar al-Qur’an. Demikian pula di kabupaten didirikan pesantren. Keenam, Kerajaan
Islam di Banjarmasin (Kalimantan), lahir ulama besar dan terkenal yaitu Syeh
Muhammad Arsyad al-Banjari. Setelah pulang dari Makkah untuk belajar, al-Banjari mendirikan pesantren di kampung
Dalam Pagar. System pendidikan adalah sama dengan system madrasah di Jawa.
4.
Sistem Klasikal (Barat)
Akhir abad Ke-19, perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia. Mulai lahir sekolah model Belanda: sekolah Eropa, sekolah Venahuler,
sekolah Eropa bagi ningrat Belanda. Disamping itu Pribumi sama dengan
sekolah-sekolah Belanda seperti sekolah
taman siswa.
Kemudian dasawarsa kedua abad ke-20 muncul madrasah
dan sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi Islam, seperti Muhammadiyah,
Nahdatul Ulama, jama’at al-khair, dll.
Tahun 1901 orang-orang arab yang tinggal di Jakarta
mendirikan madrasah tetapi belum brhasil. Kemudian tahun 1905 dengan Jami’at
al-Khoir berhasil mendirikan madrasah dengan kurikulum mengajarkan pengetahuan
umum dan agama.
Pada level
perguruan tinggi dapat digambarkan bahwa berdirinya perguruan tinggi Islam
tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia untuk
memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak zaman kolonial. Pada bulan April
1945 diadakan pertemuan antara berbagai tokoh organisasi Islam, ulama, dan
cendekiawan. Dalam pertemuan itu dibentuk Panitia Perencana Sekolah Tinggi
Islam yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta dengan anggota-anggota antara lain :
K.H. Mas Mansur, K.H. A.Muzakkir, K.H. R.F. Kafrawi dan lain-lain. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli 1945 atau tanggal 27 Rajab
1364 H bertepatan dengan Isra Mi’raj diadakan acara pembukaan resmi Sekolah
Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Dari sinilah sekarang kita mengenal UII, IAIN,
UIN, STAIN dan sebagainya.
Perkembangan studi
Islam di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang bisa kita lihat melalui
sejarah-sejarah dari awal masuknya Islam di Indonesia sampai tersebarnya
ajaran-ajaran Islam seperti sekarang. Tentunya tidak lepas dari peran penting
sebuah lembaga-lembaga pendidikan, dari mulai didirikannya pesantren-pesantren,
madrasah, sampai STAIN/IAIN dan UIN.